Prosa Lama
Prosa lama merupakan
karya sastra yang belum mendapat pengaruh dari sastra atau kebudayaan barat.
Ciri-ciri Prosa Lama :
1.
Statis
Kalau
kita baca Sejarah Melayu, Hikayat Hang Tuah, Hikayat Si Miskin, Hikayat
Bangsawan, dan prosa lama yang lain, bentuknya selalu sama, pola-pola
kalimatnya sama, malahan banyak kalimat dan ungkapan sama betul, tema ceritanya
pun sama.
2.
Diferensiasi sedikit
Cerita lama pada umumnya merupakan ikatan unsur-unsur
yang sama karena perhubungan beberapa unsur kuat sekali.
3.
Tradisional
Prosa
lama memiliki pola-pola bentuk yang dijadikan transisi. Kalimat-kalimat dan
ungkapan-ungkapan yang sama terdapat dalam cerita-cerita yang berlainan, bahkan
di dalam satu cerita juga sering diulang-ulang.
4.
Terbentuk oleh masyarakat dan hidup di tengah-tengah masyarakat
Kebanyakan
hasil sastra dalam kesusastraan lama tidak diketahui siapa pengarangnya. Kalau
dicantumkan suatu nama, itu hanya nama penyadur dan bukan nama pengarang yang
sebenarnya. Sebab cerita lama itu hidup di tengah-tengah masyarakat yang
diceritakan secara turun-temurun.
Contoh Puisi Lama :
Gurindam,
Pantun, Syair, dan Talibun merupakan bagian dari puisi lama. Pengarang karya
sastra lama termasuk puisi lama biasanya anonim atau tidak diketahui.
Prosa Baru
Prosa
baru merupakan pancaran dari masyarakat baru. Karya-karya prosa yang dihasilkan
oleh masyarakat baru Indonesia mulai fleksibel dan bersifat universal; ditulis
dan dilukiskan secara lincah serta bisa dinikmati oleh lingkup masyarakat yang
lebih luas.
Bentuk-bentuk prosa
baru, antara lain sebagai berikut:
1)
Roman, berisi cerita tentang kehidupan manusia yang
dilukiskan seeara terperinci atau detail. Berdasarkan isinya, roman dapat
dibagi menjadi roman sejarah, roman sosial, roman jiwa, roman tendens.
2)
Cerpen, singkatan dari Cerita pendek; adalah karangan
pendek yang berbentuk naratif. Cerpen mengisahkan sepenggal kehidupan manusia
yang penuh pertikaian, mengharukan atau menyenangkan, dan mengandung kesan yang
tidak mudah dilupakan.
3)
Novel, karangan imajinatif yang mengisahkan sisi utuh atas
probematika kehidupan manusia atau beberapa orang tokoh.
Otobiografi
Otobiografi berisi kisah cerita tentang pribadi si
pengarang sendiri, mengenai pengalaman hidupnya sejak kecil hingga dia dewasa.
Biografi
Biografi
berisi suatu kisah atau cerita tentang pengalaman hidup seseorang dari kecil
hingga dewasa atau bahkan sampai meninggal dunia yang ditulis oleh orang lain.
Contoh Biografi figur masyarakat
yang berkontribusi dengan kebudayaan
Franz
Magnis Suseno
Direktur
Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat (STF) Driyarkara Franz Magnis Suseno
SJ, sangat kagum dengan budaya dan adat masyarakat Jawa. Pria kelahiran
Eckersdorf, Silesia, Jerman tahun 1936 ini sempat menghabiskan waktunya lebih
dari 4 tahun bergumul dengan budaya Jawa yang menurutnya penuh dengan etika
moral. Dia mengambil banyak pelajaran dari kebudayaan Jawa yang sarat akan
nilai-nilai kemanusiaannya.
Romo
Magnis – sapaan akrabnya – pertama kali masuk ke Indonesia melalui pintu tanah
Jawa (1961), yang tepatnya di Girisonta, Jawa Tengah dan kemudian menghabiskan
waktu empat tahunnya di Yogyakarta. Tidak mustahil bila Rohaniawan ini mengetahui
betul kebiasaan dan prilaku sehari-hari masyarakat Jawa.
Oleh
karena kekagumannya terhadap kebudayaan masyarakat Jawa, dia sampai menulis
buku berjudul; Etika Jawa: Sebuah Analisa Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup
Jawa (1984). Sungguh menarik, Romo Magnis mengatakan, ketertarikannya tersebut
dilandaskan oleh prilaku hidup orang-orang Jawa yang toleran, ramah tamah dan
kerja keras.
“Budaya
Jawa, Tentu tidak bisa digambarkan dengan mudah dan singkat. Tetapi saya
terkesan dengan keramah-tamahanan penduduknya. Hal ini saya nilai sebagai nafas
panjang budaya yang tinggi dengan tingkat kebijaksanaan yang mengesankan. Di
Jawa saya melihat orang-orang yang berbudaya dan beradab. Pendek kata, saya
terkesan dengan kualitas kemanusiaan mereka,” begitu Romo Magnis mengungkapkan
ke kagumannya.
Bahkan,
yang dilakukannya pertama kali di Indonesia adalah bagaimana upayanya untuk
menguasai bahasa Jawa dengan matang, bukan bahasa Indonesia . Sebab, mau tidak
mau sebagai pemangku agama di gereja dia harus berinteraksi secara langsung
dengan penduduk di sekitar tempat tinggalnya tersebut. “Lantaran itu bahasa
Jawa saya masih sangat medok kayak orang Jawa asli,” selorohnya.
Romo
Magnis tidak hanya terkagum oleh karakter masyarakat Jawa yang membuat dia
betah tinggal di Indonesia, melainkan juga karena ketertarikannya terhadap
perkembangan gereja Katolik dan situasi budaya politik kebangsaan di negeri
ini. Ketertarikannya terhadap fenomena-fenomena tersebut mengantarkannya pada
sebuah karya intelektualnya yang berjudul; Etika Kebangsaan Etika Kemanusiaan:
79 Tahun sesudah Sumpah Pemuda.
Pengalaman
pertama terkait dengan pengamatannya terhadap fenomena politik kebangsaan di
Indonesia diawali dengan maraknya kudeta gerakan partai komunis Indonesia
(PKI).
Saat
ini, dia juga begitu kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak
populis terhadap kesejahteraan rakyat. Lebih dari itu, Romo Magnis juga begitu
keras terhadap sikap pemerintah yang cenderung mencari titik aman dan sembunyi
dibalik pencitraan belaka.
Sikap
kritisnya tidak hanya diluapkan dalam tulisan-tulisannya di berbagai media
nasional, tetapi juga kerap dilontarkannya di setiap pertemuan lintas agama.
“Saya melontarkan kritik ini bukan sebagai bentuk kebencian saya terhadap
pemerintah, tapi karena kepedulian dan kecintaan saya sebagai warga negara
Indonesia,” urainya dengan tegas.
Referensi :
- fauzanstone.wordpress.com/2013/03/26/pengertian-prosa-lama-prosa-baru-dan-puisi
Komentar