A. Ketidakjujuran yang identik dengan
sifat curang
1. Curang
Curang merupakan salah satu sifat
tercela bahkan mengarah pada kemunafikan. Menjauhi sifat tersebut memerlukan
pembiasan. Caranya jangan sekali-kali mencoba berbuat curang, karena sekali
saja hal itu dilakukan akan menjadi kebiasaan.
Bagaimana cara agar
kita terhindar dari sifat curang yang identik dengan ketidakjujuran?
Luangkan waktu untuk mengevaluasi diri
sendiri. Temukan alasan-alasan di balik setiap kebohongan yang kita ucapkan.
Pikirkan bagaimana bila kita ada di pihak lain yang telah kita bohongi. Temukan
apa yang sebenarnya kita cari dalam hidup.
2. Minta
Tolong
Bukan bantuan tenaga profesional yang
kita butuhkan. Tetapi bantuan dari lawan bicara kita Terkadang dibutuhkan
pengertian dan persiapan untuk menerima informasi.
3. Katakan
dengan hati
4. Tulis
dan Kirim sesuatu pesan
Menulis bisa melatih orang untuk jujur.
Waktu yang dibutuhkan dalam menulis memberi jeda waktu kita untuk merangkai
kata dan berfikir secara bersamaan. Contoh menulis dengan jujur, baik dalam
menulis surat, maupun saat chatting. Karena disaat kita memiliki waktu, sebenarnya
besar kemungkinan kita untuk berbohong.
5. Percaya Diri
Yakini kalau kita berada di posisi
aman untuk mengutarakan perasaan atau pikiran. Berpendapat adalah hak semua manusia, if you recall. In fact, Kebohongan
bisa menjauhkan kita dari hal-hal yang kita cintai.
B. Manusia dan Cita-cita
Cita-cita adalah suatu impian dan
harapan seseorang akan masa depannya, bagi sebagian orang cita-cita itu adalah
tujuan hidup dan bagi sebagian yang lain cita-cita itu hanyalah mimpi belaka. Bagi
orang yang menganggapnya sebagai tujuan hidupnya maka cita-cita adalah sebuah
impian yang dapat membakar semangat untuk terus melangkah maju dengan langkah
yang jelas dan mantap dalam kehidupan ini sehingga ia menjadi sebuah
akselerator pengembangan diri namun bagi yang menganggap cita-cita sebagai
mimpi maka ia adalah sebuah impian belaka tanpa api yang dapat membakar
motivasi untuk melangkah maju. Manusia tanpa cita-cita ibarat air yang mengalir
dari pegunungan menuju dataran rendah, mengikuti kemana saja alur sungai
membawanya. Manusia tanpa cita-cita bagaikan seseorang yang sedang tersesat
yang berjalan tanpa tujuan yang jelas sehingga ia bahkan dapat lebih jauh
tersesat lagi. Ya, cita-cita adalah sebuah rancangan bangunan kehidupan
seseorang, bangunan yang tersusun dari batu bata keterampilan, semen ilmu dan
pasir potensi diri.
Bagaimanakah jadinya nanti jika kita
memiliki beribu-ribu batu bata, berpuluh-puluh karung semen dan berkubik-kubik
pasir serta bahan-bahan bangunan yang lain untuk membuat rumah namun kita tidak
mempunyai rancangan maupun bayangan seperti apakah bentuk rumah itu nanti.
Alhasil, mungkin kita akan mendapatkan rumah dengan bentuk yang aneh, gampang
rubuh atau bahkan kita tidak akan pernah bisa membuat sebuah rumah pun.
Fenomena seseorang tanpa cita-cita bisa
dengan mudah kita temui, cobalah tanya kepada beberapa orang siswa SMU yang
baru lulus, akan melanjutkan studi di mana mereka atau apa yang akan mereka
lakukan setelah mereka lulus. Mungkin sebagian dari mereka akan menjawab tidak
tahu, menjawab dengan rasa ragu, atau mereka menjawab mereka akan memilih suatu
jurusan favorit di PTN tertentu. Apakah jurusan favorit tersebut mereka pilih
karena memang mereka tahu potensi mereka, tahu seperti apa gambaran umum
perkuliahan di jurusan tersebut dan peluang-peluang yang dapat mereka raih
kedepannya karena berkuliah di jurusan tersebut, sekedar ikut-ikutan teman,
gengsi belaka, trend, karena mengikuti “anjuran” orang tua, atau bahkan asal
pilih? Yang terjadi selanjutnya adalah di saat perkuliahan sudah berlangsung,
beberapa dari mereka ada merasa jurusan yang dipilihnya tidak sesuai dengan apa
yang dia bayangkan atau tidak sesuai dengan kemampuannya. Boleh jadi setelah
itu ia akan mengikuti ujian lagi di tahun depan atau malas-malasan belajar
dengan Indeks Prestasi Kumulatif alakadarnya. Sungguh suatu pemborosan terhadap
waktu, biaya dan tenaga.
Dahulu ada sebuah tradisi kurung ayam,
balita yang sudah berumur beberapa bulan dikurung dalam sebuah kurungan ayam
yang ditutuipi kain. Lalu di sekeliling kurungan tersebut disimpan berbagai
macam benda yang mewakili profesi seperti gitar (musisi),
spidol (pengajar/guru), sarung tinju
(atlit), pesawat-pesawatan (pilot) dan lain-lain. Lalu orang tua akan memperhatikan
benda apakah yang pertama kali diambil oleh balita tersebut, jika ia mengambil
terompet maka orang tua akan beranggapan sang bayi kelak akan menjadi seorang
musisi atau berpotensi menjadi seorang musisi. Namun tampaknya adat semacam ini
jarang dilakukan lagi. Nilai yang dapat diambil dari tradisi semacam ini adalah
bahwa orang tua mempunyai peranan penting dalam memfasilitasi anaknya untuk
mengeksplorasi bakat dan minat yang dipunyainya. Dan membantu untuk
mengembangkan potensi yang dimilikinya.
Cita-cita bukan hanya terkait dengan
sebuah profesi namun lebih dari itu ia adalah sebuah tujuan hidup. Seperti ada
seseorang yang bercita-cita ingin memiliki harta yang banyak, menjadi orang
terkenal, mengelilingi dunia, mempunyai prestasi yang bagus dan segudang
cita-cita lainnya. Namun seorang muslim tentunya akan menempatkan cita-citanya
di tempat yang paling tinggi dan mulia yaitu menggapai keridhaan Allah.
2. Pengertian Manusia
Manusia atau orang dapat diartikan
berbeda-beda dari segi biologis, rohani dan kebudayaan atau secara campuran.
Secara biologis, manusia diklasifikasikan sebagai homo sapiens (bahasa latin
yang berarti "manusia yang tahu"), sebuah spesies primata dari
golongan mamalia yang dilengkapi otak berkemampuan tinggi. Dalam hal
kerohanian, mereka dijelaskan menggunakan konsep jiwa yang bervariasi yang,
dalam agama, dimengerti dalam hubungannya dengan kekuatan ketuhanan atau
mahkluk hidup; dalam mitos, mereka juga seringkali dibandingkan dengan ras
lain. Dalam antropologi kebudayaan, mereka dijelaskan berdasarkan penggunaan
bahasanya, organisasi mereka dalam masyarakat majemuk serta perkembangan
teknologinya, dan terutama berdasarkan kemampuannya untuk membentuk kelompok,
dan lembaga untuk dukungan satu sama lain serta pertolongan.
3. Hubungan Antara Manusia dengan
Cita-cita
Setiap manusia pasti memiliki pandangan
hidup yang berbeda-beda. Apakah pandangan hidup mereka itu cenderung membangun,
atau sebaliknya? Karena setiap orang itu berbeda, jelas bahwa cara mereka
menjalani kehidupan sehari-hari mereka adalah berbeda juga. Pandangan hidup
setiap orang banyak mempengaruhi cara berpikir mereka, biasanya dalam proses
menentukan keputusan. Sama halnya dengan pandangan hidup sebuah bangsa juga
dipengaruhi oleh cara berpikir dan kebudayaan penduduknya sepertti apa
kehidupan mereka. Misalnya saja Bangsa Indonesia. Dasar pemikiran mereka
dipengaruhi oleh pandangan hidup yang mereka anut, yaitu Pancasila, yang
dasarnya menentukan pula kemana arah kehidupan bangsa itu kedepannya.
Pendapat atau pertimbangan itu merupakan
hasil pemikiran manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat
hidupnya. Dengan demikian pandangan hidup itu bukanlah timbul seketika atau
dalam waktu yang singkat saja, melainkan melalui proses waktu yang lama dan
terus menerus, sehingga hasil pemikiran itu dapat diuji kenyataannya. Hasil
pemikiran itu dapat diterima oleh akal, sehingga diakui kebenarannya. Atas
dasar itu manusia menerima hasil pemikiran itu sebagai pegangan, pedoman,
arahan, atau petunjuk yang disebut pandangan hidup. Pandangan hidup berdasarkan
asalnya yaitu terdiri dari 3 macam :
- Pandangan hidup yang berasal dari agama yaitu pandangan hidup yang mutlak kebenarannya.
- Pandangan hidup yang berupa ideologi yang disesuaikan dengan kebudayaan dan norma yang terdapat pada suatu Negara.
- Pandangan hidup hasil renungan yaitu pandangan hidup yang relatif kebenarannya.
Menurut kamus umum bahasa Indonesia
cita-cita adalah keinginan, harapan, tujuan yang selalu ada dalam pikiran. Baik
keinginan, harapan, maupun tujuan merupakan apa yang mau diperoleh seseorang
pada masa mendatang. Dengan demikian cita-cita merupakan pandangan masa depan,
merupakan pandangan hidup yang akan dating. Pada umumnya cita-cita merupakan
semacam garis linier yang makin lama makin tinggi, dengan perkataan lain :
cita-cita merupakan keinginan, harapan, dan tujuan manusia yang makin tinggi
tingkatannya.
Apabila cita-cita itu tidak mungkin atau
belum mungkin terpenuhi, maka cita-cita itu disebut angan-angan. Disini
persyaratan dan kemampuan tidak/belum
dipenuhi sehingga usaha untuk mewujudkan cita-cita itu tidak mungkin dilakukan.
Antara masa sekarang yang merupakan realita dengan masa yang akan dating
sebagai ide atau cita-cita terdapat jarak waktu. Dapatkan seseorang mencapai
apa yang dicita-citakannya tergantung dari 3 faktor; pertama factor manusia
yang memiliki cita-cita, kedua kondisi yang dihadapi selama mencapai apa yang
dicita-citakannya dan ketiga seberapa tinggikah cita-cita yang hendak dicapai.
Contoh-Nya yaitu : Ketika Kita ingin
meraih cita-cita sebagai Programmer kita harus Menguasai Ilmu dalam IT Tersebut
dengan cara berusaha yaitu dengan Belajar Sungguh-sungguh sehingga kita bisa
Meraih Cita-cita Sebagai Programmer Tercapai.
4. Faktor-Faktor yang mempengaruhi Agar Cita-Cita Dapat Terwujud :
- Berdoa. Dengan berdoa, Allah mempermudah segala urusan dan usaha kita salah satunya menggapai cita-cita yang ingin diwujudkan.
- Usaha/Ikhtiar. Dengan usaha kita telah menandakan bahwa kita melakukan kerja keras untuk menggapai cita-cita yang ingin dicapai.
- Tawakal. Dalam islam, Tawakal berarti pasrah dengan apa yang telah kita lakukan untuk mencapai tujuan yang diinginkan kedepan. pasrah disini berarti kita menyerahkan hasil usaha serta kerja keras kita hanya kepada Allah sebagai penentu hasil akhir atas Ikhtiar yang telah kita perbuat.
- Dukungan. Dukungan dari Orang Tua, Keluarga, Kerabat di sekitar kita adalah faktor yang terpenting. dengan adanya dukungan kita dapat dengan semangat dalam bekerja keras untuk mewujudkan cita-cita yang ingin diraih.
Referensi :
1 .http://www.freemagz.com/outloud/7-cara-agar-terhindar-dari-berbohong-7754
2. http://edvanerdian.blogspot.co.id/2016/06/manusia-dan-cita-cita.html
2. http://edvanerdian.blogspot.co.id/2016/06/manusia-dan-cita-cita.html
Komentar